Awalan

Keistimewaan Kyai Maimoen Zubair dan Abuya Dimyati Banten, Ternyata Punya 4 Kesamaan yang Dahsyat


 Ada dua ulama masyhur Nusantara yang sampai sekarang murid-muridnya menghiasi jagat keagamaan di Indonesia. 

KH Maimoen Zubair Sarang Rembang dan Abuya KH Dimyati Banten. Keduanya sudah wafat, tapi namanya terus harum, terus jadi rujukan umat. 

Mbah Moen dan Abuya Dimyati sapaan akrab keduanya. Abuya Dimyati juga sering disebut Mbah Dim. 

Kedua ulama ini punya keistimewaan yang luar biasa. Publik mengakui kedalaman ilmunya, juga tingginya akhlaq yang ditampakkan. Dalam hal keulamaan, keduanya sering disebut paket komplit, istimewa.

Tapi, ada 4 kesamaan yang dahsyat yang dimiliki keduanya. Apa saja? Mari kita simak bersama-sama. 

Pertama, Mbah Moen dan Mbah Dim sama-sama mendapatkan kemursyidan dari KH Baidlowi Lasem. Kiai Baidlowi al-Lasemi merupakan mursyid Tarekat Syathariyah dan Syadziliyah.

"Kemursyidan Kyai Baidlowi diturunkan ke beberapa muridnya. Syaikh Maimoen Zubair dibaiat jadi Mursyid Tarekat Syathariyah, sedangkan Abuya Dimyati dibaiat jadi Mursyid Tarekat Syadziliyah," 

Mbah Moen memang dekat dengan Kyai Baidlowi, karena jaringan ulama Sarang dan Lasem sudah lama terjalin. Sementara Abuya Dimyathi Banten punya kisah tersendiri dengan Kyai Baidlowi.

"Suatu saat, Abuya Dimyati sowan ke kediaman Kiai Baidlowi hendak meminta ijazah Tarekat Syadziliyah. Permintaan tersebut mulanya tidak diterima al-Lasemi karena dirinya merasa tidak pantas untuk memberikan ijazah," tegas Ulum. 

Sekali dua kali, lanjut Ulum, Abuya Dimyathi berusaha untuk mendapatkan keberkahan tarekat tersebut, akhirnya sampai tiga, lalu empat kali, barulah Kyai Baidlowi berkenan membaiatnya.

"Abuya Dimyathi sempat menjalankan shalat Istikharah atas niat mulianya ini, ia mendapatkan petunjuk bahwa dirinya merasa sudah yakin dengan apa yang menjadi hajatnya. Menurut Abuya Dimyathi bahwa al-Lasemi merupaka Wali Quthub," kata Ulum.

Selama nyantri di Pesantren Lasem, tegas Ulum, Abuya Dimyathi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengaji kepada Kiai Baidlowi al-Lasemi dan Kiai Ma’shum Ahmad.

"Karena ketekunannya dalam beristifadah, maka Kiai M’ashum Ahmad pernah mengatakan bahwa pembendaharaan ilmu di Lasem telah dibawa oleh Abuya Dimyathi, santri dari Banten," tutur Ulum.

Kedua, Mbah Moen dan Mbah Dim sama-sama istiqomah mengajar ngaji.

Walaupun keduanya adalah mursyid tarekat, tapi wirid keduanya tiap saat adalah mengajar ngajiMbah Moen rutin punya jadwal ngaji di pesantrennya, selain mengaji di berbagai penjuru masyarakat. 

Demikian juga Mbah Dimyati, jadwal ngajinya sangat padat. Bahkan anak dan istrinya diwajibkan ikut mengaji. Kalau anak istri belum datang, maka kentongan sebagai isyarat waktu shalat pun dipukul lagi bertalu-talu. Sampai semua hadir, dan shalat jama’ah dan ngaji pun dimulai.

Ketiga, murid-murid Mbah Moen dan Mbah Dimyati jadi orang alim

Keduanya bukan saja dikenal kyai yang alim, tapi juga melahirkan tokoh-tokoh ulama yang luar bisa. Saat ini, Gus Baha jadi contoh santri Mbah Moen yang selalu viral di media sosial. 

Keempat, putra Mbah Moen dan Mbah Dimyati juga jadi orang-orang yang alim.

Mbah Dimyati tak akan memulai ngaji sebelum putra-putrinya datang. Makanya, semua putra-putrinya adalah seorang yang hafal Qur'an dan alim dalam kitab kuning. Abuya Muhtadi jadi rujukan umat saat ini. 

Demikian juga putra Mbah Moen, semua jadi orang lain. Gus Najih, Gus Ghofur, dan lainnya sudah diakui umat akan luasnya ilmu mereka. 

Empat kesamaan dahsyat inilah yang menjadikan nama Mbah Moen dan Abuya Dimyati terus harum di tengah umat.

Semoga menjadi pelajaran penting dan inspirasi yang keren bagi umat Islam Indonesia saat ini.*** 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel